Pendidikan teknologi
dan kejuruan adalah subsistem dari keseluruhan sistem pendidikan yang dikenal
membawa misi tertentu. Misi tersebut ialah untuk membantu anak didik belajar
dan berusaha menjadi warganegara yang produktif, bertanggung jawab dan
bermanfaat. Akan tetapi misi tersebut tidak mudah untuk dicapai, terutama
karena adanya sikap yang negatif terhadap pendidikan teknologi dan kejuruan
secara keseluruhan serta dikarenakan program pendidikannya yang kurang tersusun
secara memuaskan. Karena keduanya berkaitan dan satu sama lain saling
mempengaruhi dalam hubungan timbal balik yang sangat erat, maka pada bab ini
persoalan pokok yang akan dibahas adalah masalah penyusunan program kegiatan instruksional yang menunjang
tercapainya misi pendidikan teknologi dan kejuruan tersebut.
Penyusunan kegiatan
instruksional tersebut dilakukan pada tingkat makro (skala nasional atau
regional), serta pada tingkat mikro(skala lembaga atau sekolah). Akan tetapi
hingga saat ini para calon perencana kurikulum seringkali mengabaikan kenyataan
bahwa teori yang secara umum dinilai baik akan tetapi dalam penerapan dalam
bidang studi yang khusus tidaklah sesuai harapan. Oleh sebab itulah kegiatan
instruksional di tingkat mikro (skala lembaga atau sekolah) juga perlu
ditangani secara serius
Penyusunan kegiatan
instruksional pada hakekatnya adalah bagian dari proses perencanaan kurikulum.
Selain itu proses perencanaan kurikulum di tingkat lembaga atau sekolah sudah
lama mendapatkan perhatian dan penggarapan dari para ahli, sehingga munculah
teori-teori dan metode desain instruksional yang bervariasi. Kemudian
berkembang lagi menjadi apa yang dikenal luas sebagai teknologi instruksional.
Untuk dapat
mengembangkan suatu model pengembangan sistem instruksional yang sesuai dengan
karakteristik pendidikan teknologi dan kejuruan, maka harus diingat
karakteristik pokok yaitu bahwa kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah
kejuruan mempunyai orientasi yang tinggi terhadap dunia kerja, mengutamakan
relevansi antara pengalaman kerja dengan prospek dunia kerja, menekankan pada
pengalaman belajar yang riel(experiental learning), serta mempunyai ciri
dinamis dalam memadukan gaya belajar anak didik, gaya mengajar guru, dan subjek
yang dipelajari.
Untuk mengupayakan hal itu
semua,maka perlu memperhatikan tiga hal. Yaitu struktur isi kegiatan instruksional, analisis organisasi kegiatan
instruksional, dan analisis isi kegiatan instruksional. Struktur isi
kegiatan instruksional menjelaskan tentang komponen isi kurikulum dalam suatu
program pendidikan teknologi dan kejuruan. Analisis organisasi kegiatan
instruksional menjelaskan tentang pengorganisasian kelompok atau komponen-komponen
tersebut sehingga terjamin adanya artikulasi antar komponen serta antar
matapelajaran di dalam setiap komponen. Dan yang terakhir, analisis isi
kegiatan instruksional mencakup pengembangan sistem instruksional itu sendiri
dengan langkah-langkah yang langsung bisa diterapkan dalam implementasi
operasional
I.
STRUKTUR
ISI KEGIATAN INSTRUKSIONAL
Tujuan
yang diinginkan melalui pendidikan teknologi dan kejuaran tidak mungkin akan
tercapai secara optimal tanpa ada perimbangan yang harmonis antara
komponen-komponen yang membentuk isi kegiatan instruksionalnya. Denga
sendirinya banyak pihak dan banyak faktor ikut terlibat dalam menentukan jumlah
dan jenis komponen kurikulum. Secara ideal setiap kurikulum program studi dalam
pendidikan teknologi dan kejuruan harus mencakup hal-hal yang esensial atau
yang merupakan bidang spesialis, hal-hal yang mencakup bidang pendukung atau
penunjang, dan hal-hal yang bersifat umum. Namun nampak tidak adanya
kesepakatan tentang apa saja yang harus diajarkan dalam masing-masing komponen
tersebut. Ini adalah kelanjutan perdebatan klasik yang mempertanyakan “apa
sebenarnya yang harus diberikan di sekolah”.
Menggunakan suatu diagram lingkar di bawah dapat
dilukiskan ketiga komponen tersebut (umum, penunjang, dan spesialis) dalam
perspektif yang menyangkut fokus atau penekanan kegiatan instruksionalnya.
|
|||||
|
Pada
fokus atau pusat lingkaran terletak komponen spesialisasi yang mendapatkan
penekanan paling besar karena komponen inilah yang nantinya membedakan ciri
lulusan antara program studi yang satu dengan program studi lainnya. Lingkaran
yang lebih ke luar (lapisan kedua) menunjukkan komponen penunjang atau
pendukung yang berisi komponen pengajaran yang memperlancar atau memudahkan
penguasaan komponen pengajaran yang memperlancar atau memudahkan penguasaan
komponen spesialis atau dapat pula diisi perangkat mata pelajaran yang relevan
dengan bidang spesialis di atas. Mengenai kedua alternatif ini nanti akan
dibahas lebih lanjut. Kemudian pada lingkaran paling luar adalah komponen
dasar umum yang berisi pendidikan dasar
yang mempersiapkan anak didk sebagai warganegara secara umum.
Persoalan selanjutnya yang erat
kaitannya dengan sistem pengelompokkan di atas adalah menentukan isi masing-masing komponen sehingga tercipta
suatu kebulatan yang utuh dan fungsional. Ini bukanlah persoalan yang bisa
dibuktikan lewat data empirik, tetapi lebih merupakan suatu hal yang ditetapkan
melalui penilaian umum terutama dengan mengandalkan hasil penilaian para ahli.
Untuk itu mudah dipahami jika isi dari masing-masing komponen dengan luwes bisa
ditambah, dikurangi, dipecah ataupun digabungkan sesuai dengan dinamika
perencanaan kurikulum, meskipun secara umum diperlukan suatu mekanisme kontrol
yang dapat menghindarkan perubahan yang tidak mempunyai dasar yang kuat.
A. Komponen Dasar Umum
Disebut komponen dasar umum karena mata
pelajaran yang termasuk dalam kelompok ini secara bersama-sama mempunyai tujuan
membentuk dasar atau fondasi bagi tumbuh berkembangnya potensi anak didk
selanjutnya. Dalam dunia pendidikan dikenal berbagai interpretasi pendidikan dasar
(basic education) yang masing-masing terjabarkan dari asumsi tentang kehidupan
masa mendatang yang berbeda sehingga apa yang harus mendasarinya juga akan
harus berbeda-beda pula isinya.
Ada yang menafsirkan isi dasar
pendidikan itu adalah 3 dasar, yaitu menulis, membaca, berhitung. Memang ketiga
kemampuan dasar inilah yang nantinya akan mendasari hampir semua aspek
perkembanganselanjutnya, baik sebagai dasar untuk belajar lebih lanjut maupun
sebagai dasar untuk dapat bekerja. Inilah sebabnya setelah sekian lama dikenal
berbagai inovasi pendidikan baik di bidang pengembangan materi maupun cara
penyampaian bahan instruksional dan tetap saja tidak dicapai hasil yang
diharapkan, ada gerakan populer untuk kembali ke pendidikan dasar yang tiga
macam tersebut. Gerakan “Back to Basic” ini meskipun mempunyai legitimasi dalam
hal ketidakpuasan dengan hasil yang diperoleh dengan dikembangkannya berbagai
inovasi pendidikan tetapi memilih jalan keluar yang rasanya perlu
dipertanyakan, karena jalan mundur yang dipilih sudah tentu tidak akan menjamin
relevansi isi pendidikan dengan tuntutan masyarakat modern.
Pendidikan dasar yang
direkomendasikan oleh UNESCOdalam manual tentang Kurikulum Pendidikan Teknologi
dan Kejuruan (1982) mencakup dimensi yang lebih luas, karena sudah didasarkan
pada kemampuan daya dukung terhadap kehidupan modern sebagai anggota masyarakat
maupun sebagai angkatan kerja yang produktif.
Daftar
paket pendidikan dasar tersebut berisi 12 modul :
1.
Working in Organizations
2.
Motivation for Work
3.
Understanding Self
4.
Interpersonal Relations
5.
Effective Communications
6.
Using Creativity at Work
7.
Problem Solving
8.
Authority and Responsibility
9.
Leadership
10. Coping
with Change
11. Coping
with Conflict
12. Adapting
and Planning for the Future
Penyusunan
modul-modul tersebut secara sendiri – sendiri dipelajari dengan tanpa
mengurangi jam belajar komponen spesialis atau penunjang. Dengan demikian
harapan yang dicanangkan adalah bahwa secara mendasar anak didik dapat
mempelajari dan dengan bimbingan instruktur akhirnya menguasai kompetensi-kompetensi
dasar tersebut secara individual. Hal ini mengatasi problem yang sering
terdengar bahwa adanya komponen dasar yang isinya selalu bertambah setiap saat
sejalan dengan perubahan persepsi tentang apa yang mendasari kehidupan masa
mendatang selalu mengurangi porsi waktu untuk komponen yang lebih penting,
yaitu komponen spesialis atau bidang studinya. Juga dimungkinkan dengan adanya
modul-modul ini penyempurnaan, penambahan atau pengurangan dengan lebih
fleksibel sesuai kebutuhan yang timbul.
Rekomendasi ini adalah hasil dari suatu
penelitian yang dilakukan untuk mengidentifikasi kemampuan-kemampuan apa saja
yang kiranya dapat mendukung kehidupan tenaga kerja di masa mendatang. Ini
didasari oleh ketidak puasan atas apa yang disebut komponen dasar umum yang
diberikan selama ini di sekolah umum yang sudah diperkecil porsi jamnya atau
dipersingkat versi pengajarannya. Hal ini, dipandang sangat tidak menunjang
proses belajar mengajar di sekolah kejuruan, karena dirasakan kurang
relevansinya dengan apa yang dibutuhkan sehingga akan mengakibatkan mengurangi
porsi waktu yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk matapelajaran yang lebih
diperlukan. Di samping itu, relevansi juga akan berakibat nyata pada minat dan
motivasi belajar anak didik.
Daniels, Karmos, dan Presley (1985)
mempunyai konsep yang sedikit lebih spesifik lagi, yaitu apa yang mereka
kembangkan sebagai komponen kurikulum pr-teknis (pretechnical curricula).
Menyadari tantangan perubahan yang diakibatkan oleh perkembangan masyarakat modern dengan segala
konsekuensinya di sektor lapangan kerja, ketiga penelitian tersebut berpendapat
bahwa sebelum anak didik di sekolah kejuruan diberi komponen-komponen yang
bersifat spesialisasi harus terlebih dahulu diberi perangkat kurikulum dasar
ini.
Ada dua asumsi dasar yang dijadikan
landasan pengembangan komponen dasar pra-teknis ini. Pertama, karakteristik
dunia kerja mempunyai mobilitas tinggi baik dalam maupun antar kelompok bidang
kerja. Dengan demikian kemampuan menghadapi perubahan situasi adalah sesuatu
yang penting untuk seseorang apabila dia mempersiapkan diri untuk memasuki
dunia kerja.
Asumsi kedua ialah bahwa peluang dan
alternatif memasuki lapangan kerja bagi seseorang di masa mendatang akan
ditentukan oleh penguasaan tiga kemampuan dasar, yaitu kemampuan yang dapat
digeneralisasikan ke beberapa kelompok pekerjaan, kemampuan memecahkan masalah,
dan kemampuan mengatasi transisi. Ketiga kemampuan dasar inilah yang kemudian
dijabarkan menjadi seperamgkat matapelajaran untuk masing-masing kemampuan.
Pada kelompok pertama (kemapun yang
dapat digeneralisir) termasuk beberapa matapelajaran yang dipakai secara
intensif di tempat kerja, dapat ditransfer antar jenis atau kelompok pekerjaan dan merupakan kunci keberhasilan
kerja ataupun belajar. Ini meliputi matematika, penalaran, komunikasi lisan dan
tertulis, kemampuan teknisdan pengembangan sikap serta nilai.
Pada kelompok kedua (problem solving
skill)termasuk beberap matapelajaran yang berkaitan dengan masalh dan
pemecahannya, seperti pemahaman perilaku manusia dalam kelompok maupun
perorangan, pengelolaan informasi dan hubungan antar pribadi.
Kemudian pada kelompok ketiga
(transitiom skill) tercakup seperangkat lain aspek-aspek yang berkaitan dengan
pengendalian diri, aktualisasi diri, pengambilan keputusan,cara menghadapi
kerugian, pemutusan hubungan kerja dan perubahan lingkungan.
Komponen pendidikan dasar yang
dikembangkan di atas na,pak sudah sangat spesifik untuk pendidikan teknologi
dan kejuruan, dalam arti sudah sangat menunjang ketercapaian misi yang
dibawakannya, karena baik yang dikembangkan oleh kelompok Danieks maupun yang
direkomendasikan oleh UNESCO sudah sangat mengorientasikan pengertian
“pendidikn dasar” dengan prospek dunia kerja untuk masa yang akan datang. Namun
di beberapa hal pendidkan dasar ada yang masih diidentikan dengan pendidikan
kewarganegaraan, budi pekerti/moral, agama, dan sejenisnya yang sifatnya masih
sangat umum meskipun tidak kalah pentingnya.
Dalam kurikulum pendidikan teknologi dan
kejuruan yang dipakai di semua sekolah kejuruan di Indonesia, pendidikan dasar
tersebut dibedakan menjadi dua jenis, yaitu yang dikenal dengan komponen program
umum dan komponen dasar kejuruan. Dalam
komponen program umum terdapat seperangkat matapelajaran seperti
Pendidikan Agama, Pendidikan Moral
Pancasila, Bahasa Indonesia serta Olahraga dan Kesehatan. Dalam komponen dasar
kejuruan terdapat perangkat matapelajaran seperti Matematika, Fisiska Teknik,
Kimia Teknik, Mekanika Teknik, Bahasa Inggris dan Pengetahuan Industri, dengan
catatan untuk program studi yang lain isis komponen ini akan berbeda pula.
Dengan uraian di atas jelaslah bahwa
meskipun perencanaan isi komponen pendidikan dasar dan implementasinya mungkin
saja dianggap bukan menjadi tugas guru kejuruan, tetapi sebenarnya mempunyai arti
yang tidak kalah pentingnya dengan komponen yang lain. Banyak para ahli yang
menekankan bahwa pendidikan dasar adalh kunci untuk pendidikan spesialis
sehingga komponen pendidikan dasar dalam kurikulum kejuruan seharusnya juga
mendapat penanganan yang sama seriusnya dengan komponen kurikulum kejururan
yang lain. Materi dan strategi intruksional yang dipakai haruslah merangsang
minat, mengembangkan motivasi dan rasa ingin tahu serta menyadari bakat dan
potensi yang ada agar dengan demikian mamapu menjadi fondasi bagi anak didik
untuk memasuki bidang spesialisnya dengan bekal yang cukup. Hal ini sering
diabaikan oleh para administrator dan guru kejuruan, karena anggapan bahwa
komponen pendidikan dasar umum ini tidak relevan bahkan hanya mengganggu saja.
Sebenarnya tergantung sekali kepada bagaimana guru dan admistrator mengisi
komponen tersebut dan membuatnya relevan dengan kebutuhan program studi yang
menjadi bidang spesialisnya.
B. Komponen Penunjang
komponen besar kedua setalah
komponen pendidikan dasar umum adalah komponen penunjang yang biasa juga
disebut sebagai ilmu pengetahuan terapan (applied sciences). Ini mencakup
pengetahuan-pengetahuan yang erat kaitannya dengan bidang spesialis dan yang
penguasaan terhadap pengetahuan tersebut akan membantu secara langsung
penguasaan anak didik terhadap bidang spesialisnya. Biasanya hal-hal yang yang
termasuk dalam kelompok ini adalah mata pelajaran seperti Matematika Terapan,
Mekanika Terapan, Menggambar Teknik, Bahasa Inggris untuk Eksekutif dan
sejenisnya.
Isi dari mata pelajaran yang
termasuk dalam komponen ini sudah diseleksi sedemikian rupa sehingga hanya
bagian yang benar-benar terpakai yang diambil untuk diajarkan. Tidak ada maksud
untuk memberikan seluruh aspek mengenai Mekanika yang begitu banyak, misalnya
jika untuk suatu program studi tertentu hanya bahasan mengenai gaya, momen dan
energi yang relevan untuk dipelajari. Intensitas ini biasanya dikelompokkan
menjadi dua tingkatan, yaitu mencakup “apa yang harus diketahui” oleh anak
didik (must know) dan juga “apa yang sebaiknya diketahui” oleh anak didik (nice
to know).
Dengan makin majunya peradaban dan
teknologi, sekarang sangat dirasakan bahwa menguasai bidang spesialis saja
tidak menjamin seseorang menjadi sukses dalam meniti karier. Banyak sekali pengetahuan
yang laian yang relevan dan dibutuhkan, yang ini memaksa anak didik untuk
menguasai lebih banyak prinsip-prinsip sains dan teknologi disamping informasi
atau hal-hal lain yang erat kaitannya dengan bidang kerjanya. Semakin tinggi
tingkat aplikasi teknologi untuk suatu bidang spesialis, maka semakin banyak
pula komponen penunjamg yang harus menyertainya. Dengan demikian antara
pengetahuan teknis (technical know-how) dan penguasaan bidang spesialisasi ini
harus ada perimbangan yang tepat.
merson
(1962) pernah mengilustrasikan perimbangan ini dengan menunjukkan perbandingan
proporsi tersebut untuk pekerja semi terlatih (tukang), teknisi dan tenaga
profesional sebagaimana ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
|
|
|
|||||||||||||||
|
|
|
|
||||||||||||
Keterangan:
M= Manipulative Skill
T= Technical
Skill
Ilustrasi
tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tanggung jawab seseorang dalam suatu
bidang kerja, semakin banyak pula pengetahuan penunjang yang harus dikuasai,
yang dalamimplikasinya bagi kurokulum pendidikan teknologi dan kejuruan akan
berarti semakin banyak pula hal-hal yang harus di cakup dalam komponen
penunjang. Akibat lebih lanjut yaitu berkurangnya proporsi yang disediakan untuk
menguasai komponen yang lain, karena jumlah waktu belajar di sekolah sangat
terbatas oleh tahun atau semester yang tersedia.
Kesulitan di atas dalam pelaksanaan
operasionalnya dapat diatasi dengan bermacam-macam cara. Pertama, adalah dengan
mengklasifikasikan menjadi mata pelajaran wajib dan mata pelajaran pilihan.
Dengan demikian melalui bimbingan yang intensif anak didik dapat memilih mata
pelajaran yang paling sesuai dengan kebutuhan, minat, dan potensinya diantara
sekian banyak mata pelajaran penunjamg yang tersedia. Yang kedua ialah dengan
cara modularisasi, yang memungkinkan bahan tersebut dipelajari di luar waktu
yang disediakan di sekolah. Keduanya memberikan keluwesan yang sama besar, asal
dilengkapi dengan fasilitas pelayanan dan bimbingan instruktur yang cukup.
Hal
penting yang perlu dikemukakan lebih jauh adalah cara menjabarkan komponen
penunjang ini dari hasil analisis tugas atau analisis pekerjaan yang sudah
dibahas di bab sebelumnya. Salah satu instrumen dalam analisis tugas tersebut
adalah Instrumen Analisis Kegiatan dan Tingkat Keterampilan (AKTK) yang memberi
informasi tentang tingkat pengetahuan teknis (technical skill), yang dapat
dianggap paralel dengan konsep komponen penunjang dan komponen spesialis.
Semakin tinggi tingkat kemampuan
teknis yang dituntut untuk mengerjakan suatu pekerjaan, semakin banyak pula
pengetahuan penunjang yang harus dipelajari. Sebagai contoh untuk dapat bekerja
mandiri tanpa instruksi dari atasan, seorang teknisi harus mampu membaca
manual, menerjemahkan isi chart, mendeteksi komponen yang tidak berfungsi dan
melokalisir kerusakan. Ini membutuhkan misalnya pengetahuan penunjang Bahasa
Inggris yang baik, analisis sistem, membaca grafik dan langkah-langkah problem
solving. Ini sangat berbeda dengan mengerjakan tugas yang memerlukan kemampuan
teknisrendah, sehingga dengan instruksi lisan dari atasan dapat dikerjakan
dengan baik. Dalam hal ini hampir tidak ada pengetahuan penunjang yang
diperlukan kecuali memahami instruksi atasan.
Ada baiknya juga disini dikemukakan bahwa
dalam beberapa hal banyak diantara pengetahuan penunjang ini bisa dipelajari di
luar sekolah, misalnya langsung terjun ke lokasi kerja dan mengamati iklim
ketja serta hal-hal yang menentukan keberhasilan kerja seseorang. Pengamatan
atau “job site observation” seperti ini kalau bisa dilaksanakn akan sangat baik
sekali hasilnhya, karena anak didik langsung mengetahui faktor-faktor penunjang
apa saja yang dapat mempengaruhi kesuksesan bekerja. Dengan demikian selain akan memberi gambaran
nyata perlunya pemgetahuan penunjang tersebut, juga akan memberikan
motivasiuntuk memepelajarinya lebih lanjut dalam rangka melengkapi dirinya
dengan kompetensi penunjang yang tepat.
C. Komponen Spesialisasi
Untuk
komponen ketiga yang juga merupakan fokus atau pusat dari pendidikan teknologi
dan kejuruan, tidak banyak terjadi silang pendapat bahwa baik porsi waktu dan
isinya harus mendapatkan perhatian yang besar dalam kerangka proses perencanaan
kurikulum. Masalh porsi waktu biasanya dapat diatur dengan meyakinkan karena
memang komponen ini merupakan karakteristik program studi sesuai dengan
spesialisnya. Namun masalah isi seringkali juga menjadi bahan perdebatan karena
dalam waktu belajar yang terbatas itu harus dapat dipelajari banyak hal.
Inilangsung menyangkut pendapat bahwa sekolah kejuruan harus dapat menghasilkan
tenaga kerja siap pakai, yang kemudian akan selalu menjebak dalam usaha sia-sia
untuk menjejalkan sebanya mungkin pengetahuan dan keterampilan yang spesifik
sesuai dengan spesialis tersebut.
Pandangan yang lebih realistik
adalah bahwa dalam pendidikan teknologi dan kejuruan terutama di tingkat
menengah atsa yang lebih penting diajarkan adalah kemampuan minimum untuk dapat
memasuki sekelompok jenis pekerjaan dan tidak mengabaikan kemungkinan untuk menetrima
latihan ataupendidikan lebih lanjut. Pernyataan ini meskipun singkat tetapi
mengandung implikasi luas bagi penyusun kurikulum, terutama berkaitan dengan
konsep entry level skill dan occupational cluster.
Untuk
dapat menentukan isis dari komponen spesialis ini maka data atau informasi yang
diperoleh dri analisis lapangan kerja atau analisis tugas kemudian harus diolah
secara intensif. Pertama harus diidentifikasi jenis-jenis kemampuan yang secara
umum diperlukan oleh kelompok bidang kerja tertentu dengan identifikasi tingkat kemampuan
tersebut untuk tenaga kerja pemula. Hal ini perlu ditekankan karena kemampuan
yang sudah terlalu menjurus ke spesialis
yang sangat spesifik cenderung akan mudah membatasi peluang atau kesempatan kerja anak didik. Juga ditinjau
dari segi ekonomi, untuk mengajarkan kemampuan jenis ini memerlukan peralatan
dan waktu yang tidak sedikit biaya, yang akan lebih ekonomis jika dipelajari
langsung nanti di tempat kerja.
Jadi pada dasarnya penentuan jenis
teori dan praktek kejuruan yang termasuk dalm komponen spesilais ini harus
merefleksikan keadaan lapangan kerja, tetapi jangan sampai merupakan miniatur
dari situasi kerja yang sebenarnya.
Kalau diabaikan, maka akan dihasilkan adalah teknisi-teknisi tanggung yang
mungkin begitu lulus sudah tertinggal kemampuannya yang terlalau spesifik akan
sulit bagi mereka untuk pindah ke jenis pekerjaan yang lain.
Itulah
sebabnya maka pendidikan teknologi dan kejuruan selam ini mungkin mempunyai
output yang belum pernah memuaskan, karena kedua sisi ekstrim penentuan isis
komponen spesialisasi ini sebenarnya pernah dilaksanakan. Di satu sisi pernah
timbul ejekan terhadap sekola kejuruan yang isinya terlalu umum sehingga tidak
berbeda sama sekali dengan sekolah umum, di lain pihak juga pernah timbul
keluhan bahwa lulusan sekolah kejuruan itu kemampuannya statis, sulit
dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan tuntutan zaman. Para perencana kegiatan
instruksional seharusnya dapat mengambil hikmah dari kedua kesalahan yang
ironis tersebut dan mulai menerapkan perspektif baru dalam menentukan isi
komponen spesialis ini.
Perspektif baru ini mungkin tercakup
dalam karakteriristik perilaku yang diharapkan dapat ditunjukkan oleh lulusan
pendidikan teknologi dan krejuruan sebagaimana diungkapkan oleh Butler (1972) :
(1)
Mampu menunjukkan penguasaan kemampuan
dan pengetahuan khusus yang minimum untuk dapat memasuki kelompok bidang
tertentu (minimum entry level skill for a cluster of occupstions).
(2)
Mampu menunjukkan kemampuan fisik, emosi
dan kemamapuan sosial minimum beserta pengetahuan tentang hidup mandiri dan
berkelompok yang diperlukan untuk menunjang awal karier.
(3)
Mampu menunjukkan kemampuan dasar
akademik dan pengetahuan penunjang yang memenuhi persyaratan untuk awal
kariernya.
(4)
Mampu menunjukkan kemampuan akademik,
sosial dan vokasional yang dapat digeneralisir secara maksimum yang diperlukan
untuk mengembangkan karier dan potensi pribadinya di masa yang akan datang.
Keempat
karakteristik perilaku tersebut di atas secara sepintas seperti menekankan pada
latihan kerja bagi para pemula, tetapi sebenarnya secara implisit juga sangat
mementingkan kemungkinan berkembangnya potensi anak didik melalui pengembangan
karier yang akan dialaminya. Justru
Butler secara eksplisit mengungkapkan perlunya sebanyak mungkin kemampuan yang
bisa digeneralisis,sehingga isi pendidikan teknologi dan kejuruan akan memberi
lebih banyak pilihan, bukan malah membatasi wawasan karier anak didik.
Hal
ini yang sekarang perlu sekali dikaji dan disebar luaskan oleh para penyusun
kurikulum. Adalah tidak realistis menyediakan 1200 jam latihan mengelas di
bengkel sekolah dengan harapan nantinya anak didik akan mempunyai kemampuan
menyamai tukang las yang sudah nerpengalamna bertahun-tahun bekerja. Pendidikan
kejuruan yang demikian spesifik mungkin hanya cocok dilaksanakan oleh anak
perusahaan industri las yang sudah besar.
II.
ANALISIS
ORGANISASI KOMPONEN INSTRUKSIONAL
Apabila
semua data dan informasi baik makro maupun mikro sudah dianalisis lebih lanjut
sampai pada penetuan isi kurikulum dan penentuan jumlah dan isi masing-masing
komponen intruksional, maka langkah selanjutnya adalh mengorganisasikan
komponen-komponen tersebut sehingga secara global dapat dengan mudah dilihat
kaitan antara yang satu dengan yang lain. Hasil analisis yang kemudian
disajikan dalam bentuk gambaran hubungan antar
komponen secara global ini akan sangat membantu dalam merencanakan dan
mengimplementasikan program instruksional, karena dari gambaran menyeluruh
tersebut dapat terlihat struktur dan isi kegiatan lengkap secara proporsional
bahkan kalau perlu dilihat dari perspektif yang berbeda-beda misalnya porsi
waktu, hierarki kebulatan materiNY ataupun distribusi per semesternya.
Alat
visualisasi yang efektif untuk ini adalah analisis bidang (zone analysis) yang
sudah banyak dipergunakan untuk menunjukkan aspek organisatorik dari berbagai
kegiatan,mulai dari menulis buku, menyusun kurikulum sampai pada menyusun
satuan acara perkuliahan. Zone analysis ini tidak lain adalah suatu sistem
pemrograman suat kegiatan atau suatu organisasi yang membagi suatu kegiatan
menjadi sub-subnya dengan menggunakan batas-batas bidang dan garis melingkar
maupun radial.
Selain
itu pemakaian teknik pengorganisasian juga tidak terbatas. Dengan memasukkan
variabel waktu, jenis komponen dan mungkin pula alokasi biaya dapat diberikan
gambaran menyeluruh dan terperinci tentang suatu kegiatan atau suatu organisasi
kurikulum. Hal yang penting diingat adalah bahwa semakin terperinci yang akan
ditunjukkan, semakin banyak garis dan lingkaran yang harus digambar sehingga
kemungkinan besar akan mengurangi tingkat keterbacaan (readability).
III.
ANALISIS
ISI KEGIATAN INSTRUKSIONAL
Fase yang menentukkan dari kegiatan
perencanaan kurikulum di tingkat mikro adalah fase analisis isi (content
analysis) kegiatan instruksional setelah struktur, komponen dan organisasinya
dikembangkan berdasarkan informasi dan data yang dikumpulkan. Pada fase inilah
benar-benar dibutuhkan pemikiran yang mendalam tentang jenis-jenis pengalaman
belajar yang akan disajikan kepada anak didik sebagai penjabaran dari
komponen-komponen yang telah di tetapkan
di atas. Pengembangan sistem instruksional ini biasa dikenal dengan istilah
“instructional design”, “instructional technology”,
“course design” ataupun “course development”.
Dikaitkan dengan kerangka konseptual
yang dibahas di bab yang terdahulu, fase ini adalah akhir dari fase perencanaan
kurikulum dimana pemikiran difokuskan pada rencana kegiatan di kelas, lab,
bengkel, studio maupunwadah kegiatan instruksional yang lain. Kedudukan fase
analisis isi dalm kerangka perencanaan mikro secara keseluruhan akan jelas
terlihat pada diagram di bawah. Dari gambar nampak bahwa fase analisis isi ini
adalah penjabaran dari analisis komponen dengan organisasinya dan dimaksudkan
nanti akan menghasilkan satuan-satuan kegiatan instruksional yang siap
dilaksanakan sebagai pengalaman belajar yang benar-benar bermakna dalam usaha
mencapai tujuan institusional atau misi program studi yang bersangkutan. Secara
fisik, dari kegiatan analisis isi ini diharapkan untuk dapat dihasilkan
lembar-lembar instruksional (instruction sheet) yang secara sendiri-sendiri
maupun terkombinasi siap dilaksanakan.
KOMENTAR
Pendidikan
teknologi dan kejuruan merupakan subsistem dari keseluruhan sistem pendidikan
yang ada di Indonesia. Selain itu Pendidikan teknologi dan kejuruan memiliki
misi serta tujuan yang sangat berguna bagi perkembangan negara kita ini. Akan
tetapi selama ini misi dan tujuan tersebut tidak dapat diwujudkan, hal ini
dikarenakan berbagai macam sebab (intern maupun ekstern).
Untuk
mewujudkan tercapainya misi serta tujuan tersebut, sebenarnya terdapat solusi
efektif yang dapat digunakan. Solusi tersebut ialah dengan melaksanakan
kegiatan instruksional pada tingkat makro maupun mikro. Akan tetapi selama ini
pelaksanaan kegiatan instruksional hanya ditangani serius pada tingkat makro,
padahal kegiatan instruksional pada tingkat mikro juga tidak kalah penting dan
harus dilaksanakan secara serius pula.
Jadi
menurut saya misi dan tujuan dari pendidikan teknologi dan kejuruan dapat tercapai
apabila kegiatan instruksional sama-sama ditangani dengan serius, karena kedua
komponen tersebut saling berhubungan. Apabila hal tersebut dilaksanakan, maka
saya yakin misi serta tujuan pendidikan teknologi dan kejuruan dapat
diwujudkan. Dan akhirnya pendidikan teknologi dapat berkembang dengan baik.
Wah oke tuh kang. terima kasih informasinya mudah-mudahan bermanfaat amiiiiiiin
ReplyDeletewahh mantab nih infonya,,,ijin nyimak sob.
ReplyDelete